2008
Seperti biasa pagi-pagi seperti ini adalah saat gue menyesap kopi, menikmati setangkup roti isi, mengupdate berita-berita terbaru lewat surat kabar tentunya….sambil mensyukuri apa-apa yang telah gue capai dan dapat selama ini.
Tapi nyatanya tidak!! Maksudnya, gue memang mensyukuri apa-apa yang telah gue dapat dan raih selama ini tetapi hanya dalam lingkup finansial, karir, anak-anak yang lucu dan pintar…. YA! Cuma itu.
Tapi tidak dalam perkawinan yang nyaris berumur sepuluh tahun ini.
Bulan depan tepatnya, gue sudah sepuluh tahun menikah.
Tapi…gue ngerasa segalanya hambar tak berasa. Dan terkadang….putus asa dan….ingin sendiri.
Bukan….!!! Bukan karena dia berselingkuh. Bukan juga karena dia tidak sayang atau tidak cinta sama gue. Suami gue itu, sayang dan cinta banget sama gue.
Mungkin…..gue yang tidak terlalu sayang atau tidak terlalu cinta sama dia.
Tapi sampai sepuluh tahun menikah??
“Pagi Sweety..!!” suara suami gue membuyarkan lamunan gue.
“Pagi…” gue melipat surat kabar yang baru gue baca dan langsung menyerahkannya ke tangan suami gue. “Bakal ada pemadaman listrik lagi, nih! Hari ini rumah kita kena kayaknya.”
“Oya…!! Memang kebangetan bener PLN! Kalo kita bayar telat semenit aja…eh…listrik di putus. Giliran kita nggak pernah telat bayar…masih juga byar pet seenaknya. Bener-bener nggak profesional!!”
Gue tertawa. “Jangan ngomel ke gue dong! Ke Dirut PLN aja sono!!!”
“Oya…ada undangan buat kamu.”
Gue mengambil undangan yang diulurkannya itu.
Gue mengamati undangan berwarna merah marun itu. Siapa yang mau nikah, ya?? Dan lagi….kenapa ditujukan pada gue?? Biasanya, selalu nama suami gue.
“Dari siapa sih, Za?”
Suami gue menggeleng. “Tadi pagi Sumi yang bawa terus dikasih ke aku.”
Gue membuka undangan itu. Perlahan. Dan mulai membaca isinya.
ALAMAAAAKKK!!!
Gue nyaris pingsan membaca nama pengantin prianya.
Seperti biasa pagi-pagi seperti ini adalah saat gue menyesap kopi, menikmati setangkup roti isi, mengupdate berita-berita terbaru lewat surat kabar tentunya….sambil mensyukuri apa-apa yang telah gue capai dan dapat selama ini.
Tapi nyatanya tidak!! Maksudnya, gue memang mensyukuri apa-apa yang telah gue dapat dan raih selama ini tetapi hanya dalam lingkup finansial, karir, anak-anak yang lucu dan pintar…. YA! Cuma itu.
Tapi tidak dalam perkawinan yang nyaris berumur sepuluh tahun ini.
Bulan depan tepatnya, gue sudah sepuluh tahun menikah.
Tapi…gue ngerasa segalanya hambar tak berasa. Dan terkadang….putus asa dan….ingin sendiri.
Bukan….!!! Bukan karena dia berselingkuh. Bukan juga karena dia tidak sayang atau tidak cinta sama gue. Suami gue itu, sayang dan cinta banget sama gue.
Mungkin…..gue yang tidak terlalu sayang atau tidak terlalu cinta sama dia.
Tapi sampai sepuluh tahun menikah??
“Pagi Sweety..!!” suara suami gue membuyarkan lamunan gue.
“Pagi…” gue melipat surat kabar yang baru gue baca dan langsung menyerahkannya ke tangan suami gue. “Bakal ada pemadaman listrik lagi, nih! Hari ini rumah kita kena kayaknya.”
“Oya…!! Memang kebangetan bener PLN! Kalo kita bayar telat semenit aja…eh…listrik di putus. Giliran kita nggak pernah telat bayar…masih juga byar pet seenaknya. Bener-bener nggak profesional!!”
Gue tertawa. “Jangan ngomel ke gue dong! Ke Dirut PLN aja sono!!!”
“Oya…ada undangan buat kamu.”
Gue mengambil undangan yang diulurkannya itu.
Gue mengamati undangan berwarna merah marun itu. Siapa yang mau nikah, ya?? Dan lagi….kenapa ditujukan pada gue?? Biasanya, selalu nama suami gue.
“Dari siapa sih, Za?”
Suami gue menggeleng. “Tadi pagi Sumi yang bawa terus dikasih ke aku.”
Gue membuka undangan itu. Perlahan. Dan mulai membaca isinya.
ALAMAAAAKKK!!!
Gue nyaris pingsan membaca nama pengantin prianya.
WISESA HARYADI !!!
Wisesa? Weis? Weis gue???
Wajah gue memucat seketika. Tubuh gue gemetar. Shock! Tak menyangka! Aaarrghhh!!!
Suami gue yang asyik melahap nasi goreng jadi menghentikan kegiatannya. Menatap gue heran. Khawatir.
“Kenapa, Fey? Siapa yang kawin?” desaknya.
Untuk sesaat gue masih termangu.
“Fey…!” panggilnya. Suara lembut Reza akhirnya berhasil membawa gue kembali ke alam nyata.
“Uuh… ngg… kenapa, Za?”
“Siapa yang kawin?”
Gue berdehem. Menarik napas perlahan, menghembuskannya perlahan.
“Temen SMA gue,” kata gue, berusaha setenang mungkin.
Suami gue menghela napas. Lega. “Oo….temen SMA. Kirain siapa..”
Sarapan pagi jadi tak menarik lagi. Gue segera beranjak, hendak meninggalkan arena meja makan.
“Ke outlet?” tanya suami gue.
Gue mengangguk nggak jelas. “Ntar siangan, kali! Mau tiduran dulu. Masih rada ngantuk nih. Semalem abis online sampe jam empat subuh.”
Suami gue tertawa. “Ya..ya… sampe aku ketiduran karena dicuekin. Ya udah. Entar kalo mau ke outlet bilang-bilang ya. Sekalian mau nitip sesuatu.”
Gue cuma mengangguk, terus pergi menuju kamar.
Entah mengapa, tapi gue merasa. Ada sesuatu yang hilang dari dalam diri gue….
*****
Gue baru saja balik dari menengok, mengecek, dan mericek outlet-outlet gue yang jumlahnya ada empat biji. Cape banget. Mana hari ini panasnya ampuuuuuunnnnn….!!! Maka, nggak salah dong kalau sekarang, gue membelokkan mobil gue ke salah satu kafe imut tapinya….cozy banget.
Setelah gue me re-charge diri gue dengan segelas avocado float plus onion ring, gue jadi ngerasa fresh lagi. Hmm….!!!
Tonight….I celebrate my love for you
And hope…that deep inside you feel it too…
Gue termangu. Lagu yang lagi mengalun di kafe ini sungguh mengingatkan gue akan luka pagi ini.
Ya…ya…ya! My teenage sweetheart aka my first love akan segera menikah. Dan…meskipun cerita cinta gue dan dia sudah 15 tahun berlalu….tapi entah kenapa gue tetap nggak rela kalau pada akhirnya dia akan….
“FEVITA???”
Buseet….siapa nih yang manggil gue? Gue langsung menoleh ke belakang..
“LUPI???” Gue kaget banget. Lupi adalah sobat kental gue waktu jaman SMA dulu.
Lupi langsung menghampiri gue dan duduk di meja gue. “Bukannya dulu lo tinggal di Surabaya??”
Gue tertawa. “Yaaah….ketinggalan berita lo! Gue ada di sini lagi udah sejak tiga setengah tahun yang lalu. Kemana aja lo?”
Lupi meringis. “Gue baru tiga bulan ini balik dari Holland, saiii!! Jadi belum sempet nge-update berita terbaru.”
“Dari Holland?? Wuiihh..!! Keren amat?? Ngapain lo disana?”
Lupi berdehem. “Ngg….tadinya sih mau ambil S3 gitu. Tapinya terus….waktu disana, gue mendadak jadi males nerusin. Terus ya kerja aja. Cuman…lama-lama gue males aja . Ya udah….gue balik ke sini lagi.”
“Gila…lu!! Kalo gue sih…mendingan lumutan di sana deh..! Holland gitu loh! Negara impian gue!!”
“Ya udah…lu aja yang ke sono! Gue mah…mending di sini.”
Gue mengaduk-aduk avocado float gue yang tinggal sepertiga gelas. “Lo nggak mesen sesuatu?” tanya gue sambil kasih kode ke Lupi kalau para waitress sedang menatap Lupi dengan pandangan yang susah didefinisikan.
Buru-buru Lupi memesan sandwich tuna dan ice mocha .
“Jadi….cerita tentang lu dong, Fey!”
Gue berdehem. “Cerita apa?”
“Ya…. apa aja! Karir lo, keluarga lo, punya selingkuhan ato nggak…”
“Gue mandi duit sekarang!”
Lupi melongo. “Beneran?”
Gue tertawa. “Becanda….Pi….becanda! Karir gue…oke! Gue berhasil punya empat butik yang nggak pernah sepi, terus internet marketing gue juga menghasilkan. Gue masih sama Reza, anak gue dua orang cowok semua, terus….si Weis mau nikah!”
UHUHKKKK!! UHUUUKKK!!! Lupi tersedak.
Gue menghela napas.
“Maksud lo…..Weis??? Weis lo? Weis yang bikin lo…”
“PSSSSTTT!!!” gue membungkam mulut Lupi. Aduuuhh…!!! Jangan sampai deh, si Lupi membocorkan aib negara!
Lupi menatap gue protes.
Untung sandwich tuna Lupi segera datang. Jadi….selamatlah gue dari terkaman Lupi.
“So..dari mana lo tahu kalo si ‘ehem’ lo itu mau nikah?”
“Gue dikirimin undangannya.”
“Lo mau dateng?”
Gue terdiam. Lalu menggeleng. “Nggak tau, Pi! Waktu nikahan gue dia juga nggak dateng.”
“Kan dia lagi patah hati…..!!”
Gue menatap Lupi. “Maksud elo? Dia habis putus cinta? Apa hubungannya dia putus cinta dan pernikahan gue?”
Lupi berdecak kesal. “O’on banget sih lo! Dia patah hati karena elo kawin sama Reza! Ngerti nggak?”
Gue termenung mendengar perkataan Lupi.
Weis patah hati karena gue kawin?? Bukannya dulu….
Hape gue berbunyi. Dari suami gue. Malas-malasan gue mengangkat.
“Kenapa, Za?”
Reza memberitahukan kalau malam ini dia dan temen-temennya mau jalan.
Gue mengiyakan. Lalu setelah basa-basi singkat, gue menutup telpon.
“Gue mau balik, Pi! Pengen leyeh-leyeh nih…!! Lo gue tinggal nggak apa-apa, kan?”
Lupi menggeleng. “Gue juga udah slesei, nih!” Lalu Lupi segera memberi kode pada si waitress untuk segera mengambilkan bill kami berdua.
Setelah membayar, kami berdua segera pergi dari kafe ini.
Sebelum berpisah, kami bertukar nomor hape.
Beberapa saat kemudian, gue sudah melaju pulang ke rumah.
****
Gue membaringkan tubuh gue ke atas spring bed empuk ini. Fiiuuhhh….capeknya!!! Padahal cuman gitu aja…tapi serasa kayak habis lari keliling lapangan sepak bola berkali-kali.
Seharusnya gue mandi..tapi gue males aja melakukan aktivitas lain selain berbaring dan leyeh-leyeh di atas kasur ini. Sebodo amat! Bau…bau…deh! Lagian, mumpung Reza sedang hang out dengan teman-temannya, kedua piyik sedang sleepover di rumah eyangnya….kapan lagi bisa bersantai dan memiliki waktu sepenuhnya hanya untuk diri gue sendiri ???
Nggak sengaja mata gue tertumbuk pada undangan merah marun itu yang terletak di atas meja.
Gue menghela napas.
Foolish, bisik gue dalam hati.
Kenapa juga gue harus ngerasa sebel dan nggak rela…padahal kenyataannya gue dan dia udah nggak ketemuan lagi sejak…..sejak….
Gue lupa!
Tapi ada kali ya….sejak sepuluh tahun yang lalu.
Dan tanpa sadar….gue sedang memunguti serpihan-serpihan masa lalu…
0 komentar:
Posting Komentar